Menjaga Netralitas Organisasi Kemahasiswaan Pada Pilkada Serentak 2020

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang terkenal akan keberagamaannya. Perbedaan suku, budaya, bahasa daerah, kultur, agama dan kelompok-kelompok sosial lainnya merupakan kekayaan tersendiri bagi negara Indonesia. Semboyan Bineka Tunggal Ika yang seringkali disuarakan tentunya bukan hanya sekedar isapan jempol belaka, melainnya filosofi bangsa yang diyakini dapat menyatukan Bangsa Indonesia di tengah perbedaan yang ada. Salah satu kelompok sosial yang memiliki peran penting bagi Bangsa Indonesia yakni kelompok mahasiswa.
Sepanjang sejarah perjalanan Bangsa Indonesia, peran kelompok-kelompok mahasiswa sebenarnya sudah mengambil peran penting bahkan sebelum kemerdekaan. Kita mengetahui bersama bagaimana perjuangan yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda sejak Tahun 1922 yang dengan lantang menyuarakan keresahan-keresahannya akan apa yang terjadi di Indonesia pada saat itu. Meskipun berada di sarang musuh (Belanda) pada saat itu, lantas tidak membuat mereka gentar untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Pasca kemerdekaan 1945 menjadi angin segar dan pembakar semangat bagi kelompok mahasiswa untuk secara aktif terlibat dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan, baik organisasi kemahasiswaan intra kampus maupun ekstra kampus.
Sejak Tahun 1947 berdirilah Himpunan Mahasiswa Islam sebagai organisasi ekstra kampus pertama di Indonesia pasca kemerdekaan, kemudian diikuti oleh organisasi-organisasi ekstra kampus lainnya seperti Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan organisasi ekstra kampus lainnya.
Organisasi kemahasiswaan baik intra kampus seperti BEM, HIMA Fakultas, HIMA Jurusan, maupun organisasi ektra kampus memiliki peran penting dalam berbangsa dan bernegara.
Berlandaskan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 28) maka organisasi-organisasi ini memiliki landasan konstitusional baik secara kelompok maupun sebagai representasi masyarakat dalam menyuarakan kepentingan orang banyak.
Dalam tatan politik Indonesia, organisasi kemahasiswaan merupakan kelompok penekan (pressure group) yang setiap saat mengawasi kinerja pemerintah dan lembaga-lembaga negara yang sewaktu-waktu dapat memberikan kritik baik secara lisan maupun tulisan ketika terdapat hal yang mengganjal dari kinerja aparatur negara. Dengan kontol dari organisasi-organisasi kemahasiswaan ini juga untuk mencegah agar tidak terjadi kesewenang-wenangan pemerintah.
Negara Indonesia dihadapkan dengan momentum politik lima tahunan tepatnya pada 9 Desember mendatang, dan akan dilakukan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di 270 daerah di Indonesia, dengan rincian 224 kabupaten dan 37 kota.
Di tengah carut-marut politik menyongsong Pilkada, kelompok mahasiswa baik intra kampus maupun ekstra kampus merupakan salah satu yang diharapkan dapat mengambil peran aktif baik terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu peran mahasiswa yang sangat krusial yakni kontrol sosial (social control) harusnya mampu diimplementasikan pada momentum Pilkada serentak tahun ini.
Untuk mewujudkan peran mahasiswa dalam melakukan control sosial pada momentum Pilkada serentak di tahun ini, maka hal utama yang harus dijaga adalah sikap netral dari organisasi/kelompok mahasiswa.
Netral dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah; tidak berpihak (tidak ikut atau tidak membantu salah satu pihak). Jika dikaitkan dengan Pilkada serentak yang akan dilaksanakan di 270 daerah kabupaten/kota hari ini, maka kelompok mahasiswa intra kampus baik, BEM, HIMA Fakultas, HIMA Jurusan, maupun organisasi ekstra kampus seperti HMI, GMNI, PMII dan organisasi ekstra kampus lainnya harus bebas dari intervensi kelompok manapun ataupun tidak melakukan politik praktis maupun menunjukan keberpihakan kepada pasangan calon.
Harapan besar masyarakat pastinya agar kelompok mahasiwa dapat mengambil peran dalam mengontrol dan mengawal setiap tahapan dalam Pilkada serentak 2020.
Meskipun tidak dipungkiri, bahwa organisasi mahasiswa seringkali menjadi incaran kelompok kepentingan yang akan bertarung pada kontestasi politik baik di tingkat nasional maupun pada tingkatan daerah, karena selain memiliki basis masa dan pengetahuan yang mumpuni sebagai kaum intelek, kelompok mahasiswa juga menjadi daya tarik untuk meraup simpati dari kelompok muda.
Beberapa organisasi besar seperti HMI, GMNI, PMII dan organisasi ektra kampus lainnya merupakan organisasi yang paling sering menjadi incaran kelompok kepentingan dalam Pilkada, dikarenakan organisasi mahasiswa ekstra kampus memiliki basis organisasi dan jaringan yang luas yakni skala nasional. Apalagi antusiasme yang sangat tinggi pada setiap momentum Pemilu selalu datang dari kelompok muda, sehingga tidak diragukan lagi bahwa organisasi kemahasiswaan adalah sasaran dari kelompok-kelompok berkepentingan. Tidak jarang juga intervensi terhadap kelompok mahasiswa seringkali datang dari para senior yang notabennya tidak lagi aktif secara keanggotaan maupun struktural di organisasi.
Untuk menjaga agar kontrol sosial sebagai salah satu peran mahasiswa dapat diaplikasikan pada Pilkada serentak tahun ini, maka organisasi-organisasi kemahasiswaan baik intra kampus maupun organisasi kemahasiswaan ekstra kampus harus mampu menjaga netralitasnya kelompoknya dan berpegang teguh pada idealismenya.
Organisasi kemahasiswaan harus netral dan bebas dari intervensi kelompok manapun, baik yang mengatasnamakan senior, partai politik maupun kelompok kepentingan lainnya. Dengan begitu, dalam keadaan tertentu masyarakat dapat memberikan tekanan berupa kritik maupun saran kepada pemerintah maupun penyelenggara jika ditemukan adanya hal-hal yang tidak sesuai.
Yang harus diketahui bersama oleh kelompok mahasiswa adalah, menjaga netralitas organisasi pada Pilkada serentak di Indonesia tidak akan menghilangkan hak politik tiap-tiap individu anggota untuk memilih.
Netral dalam konteks organisasi kemahasiswaan bukan berarti tidak memilih, melainkan menjaga jati diri sebagai kelompok yang menjunjung tinggi idealisme serta bebas dari intervensi. Organisasi Kemahasiswaan yang mudah dipengaruhi oleh kepentingan di masa Pilkada (tidak netral) adalah organisasi kemahasiswaan yang kehilangan jati dirinya.
Artikel Lainnya
-
86604/08/2023
-
82516/01/2024
-
178706/04/2020
-
Demonstrasi Kenaikan BBM, Jangan Diseret Emokrasi
72107/09/2022 -
Anomali Politik Jelang Pilkada
47606/10/2024 -
Pilkada, Partai Kartel dan Menguatnya Oligarki
219825/01/2020