Moralitas Kant dan Pendidikan Budi Pekerti di Indonesia

Moralitas merupakan serangkaian aturan, kebiasaan atau prinsip yang menuntut pola perilaku manusia dalam hubungan dengan sesuatu, suatu perilaku yang mencerminkan keluhuran manusia (Shelton, 1987: 11).
Moralitas juga berkaitan dengan fenomena manusiawi yang umum dari manusia, serta menjadi ciri yang membedakan antara manusia dan binatang. Pada binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk. Keharusan alamiah terjadi dengan sendirinya sesuai dengan hukum alam. Namun keharusan moral merupakan suatu hukum yang mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Di sini tergantung dari suatu pilihan yang ada pada ratio manusia itu sendiri. Dengan demikian manusia terdiri dari penerimaan atas lingkup yang terpilah-pilah dari perilaku yang harus dijunjung tinggi oleh mereka yang percaya, dan terbukti diterima dalam interaksi sosial maupun hubungan antara pribadi (Poepoprdjo, 1999; 197)
Melihat realitas yang terjadi di masyarakat khususnya masyarakat Indonesia ada banyak persoalan moral anak bangsa yang menyebabkan kelunturan keluhuran manusia (humanitas) yang sejati.
Ada banyak persoalan yang mengkhawatikan dekadensi moral yang berkepanjangan, serta menyebabkan kecacatan martabat dari manusia itu sendiri. Mutu dari identitas diri selalu berkaitan dengan nilai-nilai moralitas yang dijalankan dalam realitas kehidupan, baik dalam kehidupan individual, sosial (communal), dan relasi terhadap alam ciptaan.
Emmanuel Kant adalah seorang tokoh filsuf modern yang termasyur serta paling berpengaruh. Ia tampil dalam pentas pemikiran filosofis zaman pencerahan (aufklarung) Jerman menjelang abad ke-18. Di sinilah mulainya suatu zaman baru yang berakar pada renaissance serta mewujudkan suatu gagasan dari rasionalisme dan emperisme (Hadiwijoyo, 1980; 47).
Menurut Emmanuel Kant: “ zaman pencerahan adalah zaman manusia keluar dari keadaan yang tidak baik, yang disebabkan karena kesalahan manusia itu sendiri. Kesalahan itu terletak, bahwa manusia tidak mau memanfaatkan akal budinya” (Daven, 2018; 115). Dari sinilah nilai moralitas dijunjung tinggi oleh setiap pribadi manusia di dunia. Salah satu Negara yang menjunjung tinggi nilai moral adalah Negara Indonesia. Di Indonesia pendidikan moralitas biasa disebut pendidikan budi pekerti.
Sekian tahun Indonesia telah merdeka. Ada begitu banyak persoalan amoral yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia sendiri. Ada sekian banyak ketimpangan perilaku terhadap pendidikan budi pekerti. Seakan pendidikan budi pekerti “mati kutu” terhadap kebebasan dari setiap individu masyarakat Indonesia. Contohnya; seks bebas, narkoba, pembunuhan, perampokan dan lain-lain. Hampir dari sekian banyak kasus yang terjadi di Indonesia merupakan kasus kecacatan dari pendidikan moral (budi pekerti). Bagaimanakah relevasi morlitas terhadap pendidikan budi pekerti di Indonesia?. Sejurus dengan itu, saya mencoba menelaah pendidikan budi pekerti di Indonesia dengan bertolak pada pemikiran Emmanuel Kant.
Moralitas dan Relevansi terhadap Pendidikan Budi Pekerti di Indonesia
Moralitas merupakan mutu diri dalam perbuatan manusia yang menunjukan itu benar dan salah atau baik dan buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang yang baik, dan buruk suatu perbuatan manusia. Moralitas mencakup etika, norma serta moral. Di sini bisa dikatakan orang yang bermoral apa bila ia melakukan sesuatu yang baik tanpa ada suatu pembatas. Kebaikan moral adalah baik dari segi, tanpa suatu pembatasan. Jadi, yang baik bukan hanya dari beberapa segi, melainkan baik begitu saja, baik secara mutlak. Inti dari moralitas Emmanuel Kant adalah kehendak baik.
Manusia bukanlah roh murni ia juga makhluk alamiah. Ia juga merasakan dorongan dan tarikan hawa nafsu, emosi, kecenderungan dan dorongan-dorongan bathin, kebutuhan fisik dan psikis. Tindakan rasionalitas harus menyesuaikan diri dan segala macam kondisi indrawi-alamiah. Manusia tidak hanya tertarik berbuat baik, melainkan juga berbuat jahat. Orang yang berkehendak baik apa bila ia menghendaki melakukan kewajiban, berhadapan dengan tarikan dan dorongan indrawi dan alami.
Secara etimologi budi pekerti terdiri dari dua unsur kata, yaitu budi dan pekerti. Budi dalam bahasa sangsekerta berarti kesadaran, budi, pengertian, pikiran dan kecerdasan. Kata pekerti berarti aktualisasi, penampilan, pelaksanaan atau perilaku. Dengan demikian budi pekerti berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berperilaku.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah budi pekerti diartikan sebagai tingkah laku, akhlak dan watak. Senada dengan itu Balitbang Dikbud menjelaskan bahwa budi pekerti secara konsepsional adalah budi yang dipekertikan (dioperasionalkan, diaktualisasikan atau dilaksanakan) dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan pribadi, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara.
Pengertian pendidikan budi pekerti menurut Haidar adalah usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam sikap dan perilaku peserta didik agar memiliki sikap dan perilaku yang luhur (berakhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan (Laso, 2019; 2).
Pendidikan budi pekerti memiliki substansi dasar dan memiliki makna yang sama dengan moralitas. Sebagaimana pengertian dasar dari budi pekerti adalah usaha secara sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai moral dalam sikap dan perilaku luhur dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi dengan Tuhan/Allah, sesama maupun dengan lingkungan ciptaan.
Budi berkaitan dengan nalar dan pikiran sedangkan pekerti berkaitan dengan perilaku atau perbuatan. Keduanya memiliki relasi yang tidak dapat dilepas-pisahkan. Budi seseorang dapat dilihat dalam bentuk perbuatan (pekerti). Melihat realitas masyarakat Indonesia seakan pendidikan budi pekerti tidak mampu membendung kebebasan dari setiap individu. Ada sekian banyak kasus yang terjadi menjurus ke amoral, misalnya seks bebas, korupsi, pembunuhan dan lain-lain.
Melihat realitas yang semakin menjamur ini, solusi yang tepat adalah menekankan kembali pendidikan karakter yang telah berberjalan di setiap lembaga pendidikan. Mulai dari pendidikan informal sampai pada pendidikan formal. Anak bangsa harus melewati pendidikan karakter dalam kurikulum pendidikan nasional. Dalam kurikulum nasional ada beberapa mata pelajaran yang menekankan pendidikan karakter seperti pendidikan agama, PKN, pendidikan moral pancasila serta pendidikan budi pekerti itu sendiri (kurikulum lama).
Pendidikan karakter mampu membendung perilaku amoral yang dilakukan anak bangsa, serta anak bangsa juga mampu menilai baik dan buruk, benar dan salah dari suatu perbuatan. Secara ekstrim saya mengatakan bahwa: tanpa pendidikan budi pekerti (moral) suatu bangsa akan mengalami keruntuhan dan keretakkan yang absurd. Relevansi moralitas Emmanuel Kant terhadap pendidikan budi pekerti di Indonesia, anak bangsa mampu menilai baik dan buruk dari suatu perbuatan sehingga citra luhur dari bangsa Indonesia tetap terjaga.
Artikel Lainnya
-
131726/05/2020
-
116309/05/2024
-
333619/02/2024
-
Reifikasi dan Salah Kaprah Deradikalisasi
381403/11/2019 -
140417/07/2020
-
Mewaspadai Penyebaran Covid-19 Varian Omicron
90621/12/2021