Remaja dan Kesehatan Reproduksi

PNS BKKBN
Remaja dan Kesehatan Reproduksi 03/11/2019 1696 view Budaya pixabay.com

Baru-baru ini tersiar kabar yang menghebohkan media sosial. Kabar tersebut menceritakan bahwa seorang remaja perempuan telah ditipu pacarnya agar mau melakukan hubungan badan dengan cara si laki-laki pura-pura menderita kelebihan sel darah putih. Si perempuan pun karena kasihan dan ingin menolong pacarnya tersebut, maka rela berhubungan badan. Padahal yang dimaksud sel darah putih si laki-laki tersebut adalah sperma.

Kejadian ini memberikan gambaran kepada kita bahwa pengetahuan mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi masih tergolong rendah. Rendahnya pengetahuan mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi bukan hanya dimiliki oleh remaja perempuan saja namun juga oleh remaja laki-laki.

Cerita mengenai “sel darah putih” di atas yang sejatinya adalah “sperma” merupakan salah satu bagian dari rendahnya pengetahuan mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Selain hal tersebut, ada juga pengetahuan yang salah dan dimiliki sebagian remaja di Indonesia antara lain adalah bahwa hanya sekali melakukan hubungan seksual tidak akan mengakibatkan hamil atau juga bahwa kehamilan bisa dicegah dengan cara sehabis melakukan hubungan seksual kemudian melompat-lompat-lompat dan lain sebagainya.

Pengetahuan dan pemahaman mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi yang rendah pada remaja tersebut sering kali disebabkan karena masih tabu nya orang tua, keluarga dan masyarakat dalam membicarakan serta mendiskusikan mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi.

Orang tua dan keluarga tidak menemukan cara yang tepat untuk melakukan pendekatan dalam memulai pembicaraan mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi kepada anak-anak. Hal ini mengakibatkan anak-anak mencari informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi dari sumber lain seperti internet, teman, atau bahkan pacarnya yang belum tentu tepat.

Akhirnya remaja sering kali memperoleh informasi yang salah mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi seperti kasus “sperma” yang dianggap “sel darah putih” tersebut.

Pemahaman mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi yang kurang tepat inilah yang sering mengakibatkan terjadinya hubungan seksual pra nikah pada remaja dan tak jarang berakibat pada kehamilan yang tidak diinginkan.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) remaja tahun 2017 ditemukan bahwa sebesar 2 persen remaja perempuan dan 8 persen remaja laki-laki telah melakukan hubungan seksual pra nikah. Jumlah ini yang nampak di permukaan saja, namun bisa jadi jumlah remaja yang sudah melakukan hubungan seksual pra nikah sebenarnya jauh lebih banyak dari data tersebut.

Para remaja terjerumus melakukan hubungan seksual pra nikah dengan berbagai sebab antara lain terjadi begitu saja, coba-coba, saling mencintai, rasa penasaran, dipaksa, butuh uang hingga pengaruh teman sebaya dan lingkungan atau pun juga tertipu pacar seperti pada kasus “sel darah putih” yang sebenarnya adalah “sperma” yang menimpa pada remaja perempuan dan menjadi viral di media sosial akhir-akhir ini.

Dampak dari perilaku hubungan seksual pra nikah pada remaja antara lain adalah berakibat pada kehamilan remaja yang tidak diinginkan, penularan infeksi menular seksual (IMS) penularan HIV/AIDS, komplikasi kehamilan, aborsi tak aman, di keluarkan dari sekolah hingga pada persoalan-persoalan sosial lainnya seperti dikucilkan dan diasingkan oleh masyarakat karena dianggap melanggar norma agama dan kesusilaan.

Jika dilihat dari dampak hubungan seksual pra nikah tersebut, remaja perempuan nampaknya lebih dirugikan dari pada remaja laki-laki. Ini dikarenakan yang bisa hamil adalah remaja perempuan artinya perempuan memiliki resiko jika kehamilan tersebut tidak diinginkan dan pilihannya adalah aborsi maka resiko yang lebih besar tetap berada pada remaja perempuan. Demikian juga jika remaja perempuan tersebut masih sekolah maka potensi untuk di keluarkan dari sekolah lebih besar pada diri remaja perempuan dari pada remaja laki-laki.

Untuk itu agar hubungan seksual pra nikah pada remaja di Indonesia bisa dikurangi maka keluarga, pemerintah dan masyarakat perlu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja.

Saatnya keluarga Indonesia membuka diri untuk melakukan pembicaraan dan berdiskusi secara terbuka dengan anaknya mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi sesuai dengan batasan umur dan tugas-tugas perkembangan anaknya.

Bagi keluarga yang belum memahami dengan benar mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi maka pemerintah harus membantu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga tersebut melalui kelompok-kelompok kegiatan yang ada di masyarakat.

Dunia pendidikan juga bisa ikut berpartisipasi dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi pada remaja dengan mengintegrasikan materi seksualitas dan kesehatan reproduksi ke dalam kurikulum maupun ke dalam mata pelajaran yang telah ada seperti biologi, pendidikan agama, pendidikan olah raga, jasmani dan kesehatan, bimbingan konseling dan mata pelajaran-mata pelajaran yang lainnya. Bisa juga dimasukkan ke dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang ada di masing-masing sekolah.

Dengan upaya kita semua dan dilakukan secara terus menerus kita berharap kejadian perilaku hubungan seksual pra nikah pada remaja apapun alasan dan penyebabnya tidak akan terulang lagi.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya