Resiliensi Ekonomi Nasional Pasca Pandemi Global Covid-19

Pandemi global terjadi akibat mewabahnya Virus Corona (Covid-19) telah menjangkiti hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia sebagai salah satu negara terdampak. Hal ini tentu mengakibatkan ekonomi Indonesia terguncang (economic shock). Ekonomi Indonesia otomatis mengalami perlambatan (economic downturn) selama kebijakan karantina untuk mencegah penyebaran. Prediksi BI, OJK, dan LPS, pertumbuhan ekonomi akan turun pada angka 2,3% dan kemungkinan terburuk bisa mencapai minus 0,4% menurut Menteri Keuangan dilansir dari finance.detik.com.
Dalam kasus yang kini terjadi, banyak pekerja yang dirumahkan dan mengalami PHK sehingga terjadi peningkatan angka pengangguran (unemployment rate increased). Gejolak ekonomi juga dirasakan, banyaknya industri kecil gulung tikar, menurunnya angka penjualan dan produksi bisnis UMKM, serta merosotnya investasi. Dampak langsung maupun tidak langsung jelas mempengaruhi pada sektor perdagangan dan jasa, pariwisata, transportasi, serta industri. Untuk itu, selama kebijakan ini berlangsung, harus ada langkah-langkah kongkrit yang ditempuh pemerintah untuk menjaga agar kondisi ekonomi Indonesia tetap stabil.
Selama wabah Covid-19 mengepung Indonesia, pendapatan negara jelas menurun dari sektor perpajakan, pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan, serta anggaran belanja kian bertambah. Anggaran pemerintah saat ini fokus dialokasikan untuk keperluan mendasar yaitu sektor kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net) bagi masyarakat yang terdampak secara ekonomi, dan pemulihan kondisi ekonomi nasional pasca krisis.
Pada sektor kesehatan, anggaran negara digunakan untuk penyediaan fasilitas kesehatan yang memadahi bagi pasien Covid-19 dengan membangun Rumah Sakit Darurat, penyediaan alat kesehatan, alat rapidtest, alat uji laboratorium/swabtest, serta Alat Perlindungan Diri bagi para tenaga medis. Sedangkan untuk mambantu mengamankan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak secara ekonomi, pemerintah akan memberikan stimulus ekonomi melalui bantuan sosial dan stimulus fiskal. Pemerintah saat ini juga memberikan keringanan kredit, stimulus Kredit Usaha Rakyat, subsidi tarif listrik, kartu sembako, PKH, dan kartu prakerja yang diprioritaskan bagi pekerja yang terkena PHK akibat dampak situasi mewabahnya Covid-19 (kemenkeu.go.id).
PSBB Berdampak Pada Semua Sendi Ekonomi
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sesuai PP no 21 Tahun 2020 mulai diimplementasikan di sejumlah daerah guna menekan angka penyebaran Covid19. Kebijakan ini sama halnya seperti apa yang telah disuarakan oleh pemerintah sebelumnya yaitu terkait social distancing kemudian beralih menjadi phyisical distancing, namun dalam skala wilayah yang lebih luas. Himbauan tersebut pada dasarnya sama, yaitu untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah, tinggal di rumah, dan pembatasan aktivitas di luar yang memicu keramaian disertai sanksi bagi pelanggar.
Dalam kekarantinaan kesehatan, kebijakan PSBB tersebut cukup efektif untuk mencegah penyebaran Covid19. Namun bagi sektor ekonomi dapat menyebabkan kelumpuhan, mobilitas atau pergerakan menjadi terhambat, distribusi barang dan jasa bisa saja terganggu.
Bagi pekerja formal, walaupun bekerja dari rumah income akan tetap stabil, namun berbeda dengan para pekerja informal, buruh harian, dan pekerja industri maupun sektor lain yang terdampak, harus menelan kepahitan karena mandeknya pendapatan. Padahal berdasarkan data BPS (2020) yang dilansir dari databoks.katadata.co.id bahwa pekerja informal di Indonesia lebih banyak dari pada pekerja formal, yaitu mencapai 70,49 juta sedangkan pekerja formal hanya 56,02 juta. Ini tentu akan menimbulkan efek domino yang mempengaruhi hampir seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya itu, ada beberapa dampak terkait ekonomi yang terkena imbasnya akibat mewabahnya Covid-19 ini
Beberapa sektor yang terdampak COvid-19 antara lain; Pertama, Industri Pariwisata dan Hiburan, dampak dari mewabahnya Covid-19 adalah penutupan sejumlah pusat perbelanjaan dan tempat hiburan. Begitupun dampak juga dirasakan pada industri pariwisata karena penutupan tempat wisata dan akomodasi penunjangnya seperti hotel dan resaturant. Efek dominonya, banyak pekerja yang dirumahkan dan kehilangan pemasukan untuk sementara waktu. Saat ini transportasi pun dibatasi, tiket-tiket dikembalikan, dampak tentu dirasakan sejumlah maskapai penerbangan dan kereta api karena pendapatan berkurang drastis.
Kedua, supply chain, rantai pasok otomatis tersendat akibat mewabahnya virus yang hampir mewabah di seluruh penjuru dunia. Perusahaan yang saat ini mengandalkan bahan baku impor akan terkena imbasnya seperti industri elektronik dan manufaktur. Beberapa wilayah yang menerapkan lockdown juga dapat mempengaruhi distribusi barang.
Ketiga, ekspor-impor , selama Covid-19 masih mewabah, kegiatan ekspor-impor menjadi terkendala. Impor dari China terkendala, begitupun ekspor Indonesia ke China otomatis melemah karena lockdown. Tidak hanya China, tetapi hampir semua kegiatan ekspor-impor ke negara lain juga mengalami hambatan. Hal ini terjadi karena adanya pembatasan perdagangan antar negara untuk mencegah penyebaran Covid-19. Usaha dibidang ekspor-impor pun terkena imbasnya.
Keempat, stabilitas finansial, selama wabah ini belum berakhir, masih terjadi ketidakstabilan nilai mata uang rupiah terhadap dollar AS. Melemahnya nilai tukar rupiah akibat pandemi global Covid19 sempat terjadi dengan angka nilai tukar rupiah mencapai 16.550. Namun belakangan ini, mata uang rupiah mulai kembali menguat.
Kelima, lonjakan harga sembako, berdasarkan keterangan dari Kementerian Perdagangan yang dilansir dari tirto.id, saat ini terjadi lonjakan harga gula pasir mencapai 47% dari Harga Eceran Tertinggi yang semula 12.500/kg. Hal ini terjadi karena kelangkaan pasokan gula. Selain itu kenaikan harga juga terjadi pada sejumlah kebutuhan dapur (bawang bombay, bawang merah, dan bawang putih). Kenaikan harga-harga ini ditengarai karena suplai barang dari distributor sangat terbatas. Kenaikan harga bahan pangan juga disebabkan karena impor.
Keenam, kesulitan penjualan bagi sektor primer seperti peternak mengalami kesulitan dalam penjualan yang dikarenakan tutupnya sejumlah restaurant. Para peternak ayam potong yang biasa mensuplay restaurant terpaksa menjualnya dalam harga murah dan merugi. Dengan adanya pembatasan di beberapa daerah juga mengakibatkan kesulitan pengiriman dalam jumlah besar keluar kota. Nelayan dan peternak tambak juga mengalami kesulitan dalam menjual hasil panennya. Beberapa negara dan wilayah yang menerapkan lockdown dan penutupan restaurant menyebabkan angka ekspor menurun. Harga ikan ditingkat petani pun jatuh. Selain itu, petani sayur pun mengalami kesulitan penjualan karena PSBB dan penutupan beberapa pasar tradisional sehingga menurunnya angka permintaan, ditambah anjloknya harga membuat petani semakin merana. Saat ini para petani diselamatkan oleh platform start up karena saat ini permintaan melalui platform digital meningkat.
Ketujuh, kemiskinan meningkat, mewabahnya Covid19 berimbas pada penduduk rentan miskin (insecurities household). Kehilangan pekerjaan, menurunnya pendapatan akan berdampak pada kehidupan sehari-hari. Sementara beberapa harga kebutuhan pokok kian melonjak. Menurut penelitian dari SMERU Research Institute bahwa angka kemiskinan diproyeksikan naik menjadi 9,7% dan skenario terberat naik hingga 12,4%.
Resiliensi Ekonomi Nasional Pasca Krisis
Ketahanan dipahami sebagai kapasitas untuk meminimalisir kerugian begitu goncangan negatif menghantam ekonomi (Sonderman dalam Brinkmann dkk, 2017). Sedangkan menurut OECD dalam Brinkmann dkk (2017) ketahanan ekonomi didefinisikan sebagai kapasitas ekonomi dalam mengurangi kerentanan untuk melawan guncangan dan dapat pulih dengan cepat. Hal itu dapat diperkuat dengan mengeksplorasi peran kebijakan yang dapat mengurangi resiko dan konsekuensi dari krisis berat (Caldera Sanches,dkk dalam Brinkmann dkk, 2017).
Menurut Brinkmann dkk (2017) ketahanan ekonomi berarti kemampuan ekonomi nasional untuk mempersiapkan menejemen krisis, mengurangi konsekuensi langsung dari krisis, dan beradaptasi dengan perubahan keadaan. Dalam hal ini, tingkat ketahanan akan ditentukan dari seberapa baik tindakan dan interaksi yang saling mempengaruhi antara politik, ekonomi, dan lingkungan sosial dapat melindungi kinerja ekonomi yang diukur terhadap fungsi tujuan sosial dan juga pasca krisis.
Pasca krisis akibat mewabahnya Covid-19 ini teratasi ditandai dengan angka kasus pasien positif menurun dan tingkat kesembuhan meningkat, pemerintah harus segera memulihkan sendi-sendi ekonomi yang sempat lumpuh. Bagaimana pemerintah menyusun strategi jangka panjang untuk meyakinkan investor kembali berinvestasi, mengembalikan geliat pariwisata nasional dengan kembali menumbuhkan minat wisatawan dan memberikan insentif bagi travel agent serta jasa pemasaran pariwisata, membantu permodalan dengan menggelontorkan Kredit Usaha Rakyat, membantu korban PHK dengan reskilling atau upskilling serta menyiapkan lapangan kerja baru.
Pemerintah juga harus menyiapkan strategi jangka panjang untuk menghadapi guncangan yang sewaktu-waktu mengancam seperti bencana alam dan perubahan iklim global. Saat ini pemerintah patut bersyukur karena banyak influencer dan gerakan sosial yang memberikan uluran tangan dalam bentuk Alat Perlindungan Diri bagi tenaga medis dan bantuan sembako kepada masyarakat terdampak.
Artikel Lainnya
-
15602/08/2025
-
32708/07/2025
-
191210/05/2020
-
Sumpah Mahasiswa, Jangan Diingkari?
169007/10/2020 -
Menjadikan Pancasila Sebagai Rumah Bersama
90917/06/2022 -
Menyoal Berbagai Kontroversi Pendidikan Wajib Militer
157023/08/2020